ke3

Selasa, 02 Januari 2018

How to Implement IT Governance

Materi oleh Novi Prastiti seorang staff pengajar di Universitas Trunojoyo Madura dalam kulgram.

IT governance dimulai oleh sebuah pertanyaan dasar.
Apakah penerapan TI selalu berhasil...?

Kalo kita lihat data diatas, fakta yg ada di lapangan 70% proyek TI gagal. Dari survey yang dilakukan oleh standish group, penerapan ERP hanya 10% yang berhasil. Di amerika fifty2. Sedangkan di Eropa cuma 15% yang berhasil
Lalu….
Jika di Negara yang notabene adalah negara maju, lantas bagaimana dengan di Negara kita?
Yuk…. mari kita lihat datanya

Fakta yang disajikan oleh Data Corporation, Indonesia adalah negara dengan belanja TI terbesar se ASEAN. Tapi, apakah dengan itu menjadikan Negara kita atau minimal kota tempat kita tinggal menggunakan konsep "smart city"?
Proyek e KTP apa kabar?
Dan masih banyak kabar2 lain dari proyek TI negara kita yang perlu dikaji lagi. Nah, kalau ini contoh dari proyek gagal. Sekarang coba kita lihat data jika sebuah perusahaan bisa menerapkan TI dengan baik. Benar sih memang perlu dikaji, apalagi di tempatku saat ini dalam penerapan ERP.

Ini BCA, coba kita lihat transaksi yang didapatkan BCA dari penerapan TI nya. BCA mendapatkan penghasilan 115 trilyun per bulan hanya dari bisnis ATM dan 65 trilyun dari transaksi EDC.

Nah, ini bluebird. Bluebird yang awalnya hanya 200 pesanan taxi per hari bisa meningkat menjadi 600 pesanan. Menggunakan aplikasi mobile. Lalu, apa yang perlu diubah dari paradigma kita tentang TI? Pola aplikatif nya terhadap IT atas SDMnya.

Yg perlu kita ubah adalah pandangan bahwa TI untuk saat ini bukan hanya sebagai penyedia layanan tetapi lebih sebagai partner strategis terhadap bisnis.

Governance atau tata kelola hanya ada 2 tujuan. Tapi terkadang tanpa sadar TI malah membuat ruang lingkup baru, lantas memunculkan kesenjangan sosial bagi beberapa kalangan yang buta akan teknologi.
Yang pertama, memberikan kontribusi nilai baru bagi sebuah bisnis dan mengurangi kegagalan atau resiko bisnis. Nah, ini konsep IT governance diperlukan. Tetapi sering ada pertanyaan. “Kok bisa sih pake TI perusahaan saya malah gak jelas, apa-apa terlambat, lebih lama, ribet deh...”
Nah itu banyak yang malah beranggapan ribet, padahal buat kedepannya lebih terkendali.

Coba amati diagram diatas, IT memiliki resource atau sumber daya.
Ada 4 IT resource:
Yang pertama, ada aplikasi
Kedua, informasi
Ketiga, infrastruktur
Keempat, sumber daya manusia.
Dari 4 resource ini, penyebab terbesar kegagalannya ada di sumber daya manusia. Karena biasanya jajaran top management ini tidak paham. TI ini mau dibawa kemana? kebutuhan bisnisnya apa? bisa dipakai berapa tahun lagi? kenapa kok kita harus memperhitungkan usia penggunaan TI?. Karena harga sebuah proyek TI ini mahal, sedangkan biasanya TI yang diimplementasikan di perusahaan tidak sesuai dengan bisnisnya. Dan tidak sesuai dengan kebutuhan beberapa tahun kedepan. Nah kebanyakan, TI ini dipesan berdasarkan pengetahuan terbatasnya para pimpinan tanpa ada perencanaan atau blueprint TI dan bisnisnya.

Jika kita menganggap TI adalah sebuah partner strategis, maka kita harus tahu konsep untuk blueprint TI. Sebuah bisnis, dimulai oleh permintaan stakeholder dan ini tertuang dalam visi dan misi sebuah perusahaan atau RJPP (Rencana Jangka Panjang Perusahaan). Kemudian, perusahaan akan membuat perencanaan strategis TI yang sesuai dengan visi misi tadi dan menghasilkan sebuah nilai kedewasaan TI atau maturity model. Maturity model ini berupa angka dari nol sampai lima.
Jadi ada 6 tingkatan nilai TI dan kembali ke resource TI tadi. Masing-masing resource harus kita ukur tingkat maturitynya. Misal, dari pertanyaan diatas tadi “Kok bisa sih makin ribet?” Karena jajaran top management ini tidak melihat bagaimana kondisi perusahaan saya saat ini atau biasa kita sebut kondisi as-is. Dan mau dibawa kemana perusahaan saya kedepan to-be. Ketika user menganggap TI adalah hal yang ribet, bisa jadi ketika awal tidak dianalisis dan ketika analisis, kondisi as-is untuk SDM ada dilevel 1.
Misalnya, kondisi awal untuk IT resource dari sisi SDM adalah level 1. Tiba-tiba, top management ini pesan software A sampai Z. Dan software tersebut masuk ke kondisi to-be level 5. Maka akan ada gap sebesar 4 point, 5 - 1 = 4. User atau SDM tadi yang awalnya dilevel 1 susah untuk menyesuaikan 4 point ini.
Solusinya bagaimana...? SDMnya diberi pelatihan, termasuk langkah-langkahnya. Tapi, yang lebih utama adalah RJPP (Rencana jangka panjang perusahaan). Dan rencana jangka pendek atau rencana operasional ini harus singkron dengan User untuk menyesuaikan ketertinggalan 4 point ini harus dicapai dalam waktu sekian tahun. Ini harus ada penjadwalan. Penjadwalan pada RJPP atau renstra (rencana strategis) dan dilaksakan lewat renop (rencana operasional) tahunan.
Jika RJPP udah dibuat sedangkan IT dipaksakan masuk apa perlu dilakukan RJPP baru?
Bukan RJPP baru tapi TI nya yang mengikuti bisnis. Analisisnya pakai SAM (Strategic Aligment Model).
Apa dengan SAM bisa membuat penjadwalan untuk solusi dari GAP tersebut.








Kalau biasanya RJPP sudah ada, maka bisa pakai SAM diperspektif 1 dan 2. RJPP ini sebuah bisnis strategi. Dari bisnis strategi ini ITnya menyesuaikan karena akan ada beberapa tahapan mulai dari wawancara awal termasuk pembuatan kuesioner untuk mengetahui posisi perusahaan. Nanti ada hasil kuesioner dan wawancara yang menjelaskan pemetaan IT resource perusahaan. Kemudian kondisi bisnis yang diinginkan beberapa tahun kedepan bagaimana.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Metode Perancangan Basis Data

 Metode perancangan basis data secara umum dikelompokkan kedalam: 1. Preliminary Design 2. Scratching Methode 1. Preliminary Design, Cirinya...